Pengikut

Selasa, 01 Mei 2012

makalah "Pelepasaan Pidana Bersyarat"


 

Pelepasaan Pidana Bersyarat

Disusun Guna Memenuhi Tugas Hukum Pidana
Dosen pengampu : Bapak Ngabiyanto





 oleh

Isna Kholidazia
3301411076















JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012


BAB 1

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pembebasan bersyarat merupakan metode yang paling baik dalam membebaskan narapidana. Walaupun pada kenyataannya banyak orang berpendapat bahwa pembebasan bersyarat dipandang sebagai pemberian maaf atau rasa simpati pemerintah (executive clemency), bertujuan memperpendek hukuman dengan mempercepat waktu pembebasan, bahkan pembebasan bersyarat dianggap sebagai upaya untuk menyenangkan atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan atau (comfort of the criminal). Tetapi pendapat tersebut merupakan hal yang keliru. Tujuan pembebasan bersyarat bukan untuk memperkecil hukuman mempermudah atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan, juga bukan toleransi atau pemaaf (leniency). Sebaliknya, penbebasan bersyarat direkomendasikan sebagai metode yang berat dan yang paling aman dalam membebaskan narapidana.
Apabila narapidana yang tidak mendapatkan pembebasan bersyarat atau bebas murni hingga akhir masa hukumnya, hal ini membuat negara secara tiba-tiba kehilangan fungsi pengawasan terhadap narapidana yang bebas tersebut. Akibatnya masyarakat menjadi tidak aman dalam waktu yang lama. Sebaliknya narapidana yang mendapatkan pidana bersyarat, negara menambah hukuman mereka (I tahun)  yang mana narapidana tersebut harus tinggal, bekerja dan bertingkah laku dalam masyarakat di bawah pengawasan pihak berwenang (Bapas). Kebebasan para narapidana tersebut dikondisikan untuk bertingkah laku baik, menyesuaikan diri dengan masyarakat dengan di bimbing secara hati-hati dan dihadapkan pada ancaman hukum penjara lagi (Wilcok, 1929)

1.2  Rumusan Masalah
Beberapa hal yang menjadi masalah dalam penulisan ini pada pokoknya adalah“Pelepasan pidana Bersyarat”, secara terperinci masalah ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1.      Apakah pengertian dari pelepasan pidana bersyarat ?
2.      Bagaimana pasal-pasal yang mengatur masalah pelepasan pidana bersyarat ?
3.      Apakah tujuan dari diadakannya pelepasan pidana bersyarat ?
4.      Bagaimana penerapan pelepasan pidana bersyarat di Indonesia ?


1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan :
1.      Untuk memperoleh infomasi mengenai  pegertian dari pelepasan pidana bersyarat
2.      Untuk memperoleh infomasi mengenai pasal-pasal yang mengatur masalah pelepasan pidana bersyarat
3.      Untuk memperoleh informasi mengenai tujuan dari diadakannya pelepasan pidana bersyarat
4.      Untuk memperoleh informasi mengenai penerapan pelepasan pidana bersyarat di Indonesia















BAB 11
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian
2.1.1 Pengertian Pelepasan Pidana Bersyarat
Istilah pidana bersyarat dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan istilah hukuman janggelan, atau hukuman percobaan. Dalam Kamus Umum Inggris-Indonesia istilah probation diterjemahkan dengan percobaan. Menurut Black Law Dictionary, Probation berarti suatu putusan hakim pengadilan berupa penjatuhan pidana atas perbuatan jahat, namun terpidana tetap bebas bergaul dalam masyarakat dengan pengawasan petugas probation dengan kewajiban membuat laporan terhadap tingkah laku terpidana dalam jangka waktu percobaan. Sebaliknya dalam World University Dictionary, probation merupakan suatu sistem pembinaan terpidana atas perbuatan jahatnya, namun terpidana tetap bebas bergaul dalam masyarakat di bawah pengawasan umum.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat dikemukakan :
a)      pidana bersyarat dapat dianggap sama dengan probation
b)      pidana bersyarat merupakan teknik upaya pembinaan terpidana di luar penjara
c)      pidana bersyarat diputuskan oleh hakim pengadilan dengan syarat-syarat
d)     pidana bersyarat pelaksanaannya diawasi oleh petugas yang berwenang
e)      pidana bersyarat dimaksudkan untuk memperbaiki terpidana agar tidak terpengaruh subkultur penjara
f)       pidana bersyarat dimaksudkan juga untuk pencegahan terjadinya kejahatan
g)      pidana bersyarat dianggap terpidana diuntungkan.
Probation ini lazim dikenal di negara-negara Common law, yakni bilamana seseorang diduga melakukan pelanggaran, hal mana hukuman terhadap pelanggaran itu belum dipastikan atau belum ditentukan oleh undang-undang, maka terdakwa dapat membuat probation order, sebagai pengganti hukumannya, pemberian probation order sesuai dengan karakter, dan berada di bawah pengawasan tidak kurang dari satu tahun dan tidak lebih dari tiga tahun. Probation order berisi tentang persyaratan yang dibuat oleh pengadilan, dengan tujuan agar pelaku mampu berbuat baik, sehingga mencegah berulangnya kejahatan.
Apa yang disebut pidana bersyarat ataupun yang oleh para praktisi lama di tanah air juga sering disebut sebagai hukuman percobaan itu berasal dari perkataan voorwaardelijke veroordeling, yang sebenarnya adalah lebih baik apabila perkataan tersebut diterjemahkan sebagai pemidanaan bersyarat. Akan tetapi perkataan pemidanaan bersyarat itu sendiri sebenarnya adalah juga kurang tepat, karena dapat memberikan kesan seolah-olah yang digantungkan pada syarat itu adalah pemidanaannya atau penjatuhan dari pidananya, padahal yang digantungkann pada syarat-syarat tertentu itu, sebenarnya adalah pelaksanaan atau eksekusi dari pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim. Hanya untuk mudahnya sajalah, perkataan pidana bersyarat itu akan dipergunakan. Dengan pengertian bahwa perkataan tersebut harus diartikan sebagai suatu pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim telah digantungkan pada syarat-syarat tertentu yang ditetapkan di dalam putusannya.

2.1.2  Pasal-Pasal Yang Mengatur Masalah Pelepasan Pidana Bersyarat

ORDONANSI PELEPASAN BERSYARAT
(VOORWAARDELIJKE INVRIJHEIDSTELLING)
S. 1917-749.
Pasal 1
(s. d. u. dg. S. 1939-77.) Usul kepala penjara untuk mengambil keputusan tentang pelepasan bersyarat
seperti dimaksud dalam pasal 16 Kitab Undangundang Hukum Pidana ditujukan kepada Menteri
Kehakiman dan berisi:
1. penunjukan dengan secermat mungkin terpidana yang bersangkutan;
2. penyebutan putusan hakim yang pidananya harus dijalankan oleh terpidana tersebut, hari mulai
dijalankannya pidana itu dan kapan akan berakhir;
3. segala hal yang diketahui oleh kepala penjara tentang riwayat hidup terpidana tersebut yang
sekiranya perlu dicantumkan, pekerjaan atau usaha apa yang telah pemah dijalankan sebelum
dijatuhi pidana, apa yang telah dipelajarinya, kemungkinan cara mencari nafkah sesudah
dilepaskan dan berhubungan dengan itu usul untuk diberikan bekal uang atau tidak kepada orang
yang akan dilepaskan dengan bersyarat itu dari kas pesangonnya;
4. syarat-syarat khusus yang dihubungkan dengan pelepasan bersyarat itu yang antara lain dapat
mengenai tempat tinggalnya di dalam atau di luar suatu daerah;
5. tempat yang ingin dituju terpidana itu setelah dilepaskan dengan bersyarat itu.
Pasal 2
Usul tersebut dalam pasal 1 dilampiri dengan:
1. kutipan surat keputusan hakim yang menjadi dasar terpidana tersebut menjalani pidananya disertai
daftar mutasinya;
2. daftar yang disahkan tentang pidana tata tertib yang telah dijatuhkan kepadanya selama tiga tahun
sebelum usul itu diajukan;
3. segala pemberitaan dan keterangan yang diperoleh berdasarkan pasal 3 atau turunannya.
Pasal 3.
(s,d. u. dg. S. 1939-77.) Atas permintaan rekan kepala penjara, begitu pula oleh semua pejabat
pemerintahan, pejabat-pejabat kehakiman dan polisi diberikan keterangan-keterangan yang diperlukan
demi pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2.
Pasal 4
(s.d.u. dg. S. 1925-435.)
(1) (s.d.t. dg. S. 1939-77.) Menteri Kehakiman setelah menerima usul, pemberitaan dan keteranganketerangan
serta tambahan tambahannya, bila perlu kemudian mengirimkannya kepada Dewan
Reklasering Pusat untuk mendapat pertimbangan.
(2) (s.d.t. dg. S. 1939-77.) Atas permintaan Dewan Reklasering Pusat, maka dikirimkan kepadanya
oleh pejabat-pejabat tersebut di atas dan pejabat-pejabat reklasering sendiri segala keterangan
yang diperlukan oleh Dewan Reklasering tersebut.
(3) Jika dipandang ada cukup alasan untuk memberikan pelepasan bersyarat, maka Menteri
Kehakiman mengeluarkan ketetapan untuk itu.
(4) Jika terpidana yang diusulkan untuk mendapatkan pelepasan bersyarat dengan menggunakan
pasal 52 ayat (2) Reglemen Penjara diturunkan dari kelas3 ke kelas 2, maka kepala penjara
memberitahukan hal itu kepada Menteri Kehakiman.
(5) (s.d.u. dg. S. 1926-488.) Penetapan pemberian pelepasan bersyarat diberitahukan oleh Menteri
Kehakiman kepada pejabat tersebut dalam pasal 14 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang
kemudian mengusahakan pelaksanaannya.
(6) Penetapan ini juga diberitahukan kepada asisten residen yang wilayahnya meliputi tempat
termaksud dalam pasal 1 no. 5' dan jika kepada orang yang dilepaskan dengan bersyarat itu
ditunjuk suatu tempat, maka hal itu diberitahukan kepada Kepala Pemerintahan Daerah setempat
yang wilayahnya meliputi tempat yang ditunjuk itu.
(7) Asisten residen seperti yang dimaksud dalam ayat (6) memberitahukan tentang keputusan itu
kepada bupati yang bersangkutan.
Pasal 5.
(1) Pada waktu pemberian pelepasan bersyarat, diberikan surat tanda izin (Pas) kepada terpidana itu
menurut model yang dilampirkan pada ordonansi ini.
(Karena tidak cukup tempat, lampiran tersebut tidak dimuat di sini. Lihat S. 1926-488 jo. S. 1931-
168, 423.)
(2) Syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa pidananya belum selesai dicantumkan di bagian
belakang surat izin itu.
(3) Duplikat surat izin yang dibubuhi sidik jari terpidana itu disampaikan kepada Kantor Besar Penjara
(kini: Direktorat Jenderal Pemasyarakatan).
Pasal 6.
Kepada terpidana yang dilepaskan dengan bersyarat itu, pada waktu dilepaskan dapat diberi
kemudahan atau uang jalan untuk sampai ke tempat yang ditunjuk atau tempat seperti tersebut dalam
pasal 1 no. 5' atas dasar ketentuan yang berlaku bagi para terpidana yang telah selesai menjalankan
pidananya.
Pasal 7.
(1) Dalam tiap-tiap penetapan bersyarat sekaligus ditetapkan pula diberikan atau tidaknya uang bekal,
jika diberikan, berapa jumlah yang diambilkan dari kas pesangonnya dalam penjara.
(2) Untuk kepentingan kembalinya ke masyarakat, maka kas pesangonnya seluruhnya atau sebagian
menurut ketentuan Menteri Kehakiman dapat diberikan kepada suatu badan atau seseorang, agar
oleh badan atau orang itu dapat diberikan sekaligus atau dengan angsuran kepada terpidana yang
dilepaskan dengan bersyarat itu.
(3) Jika masih ada sisa, maka kas pesangonnya disimpan sampai pada saat terpidana itu resmi telah
selesai menjalankan Pidananya atau jika pelepasannya dicabut kembali, diserahkan kembali
kepada penjara.
Pasal 8.
(s-d.u. dg. S. 1926-488, S. 1939-77.)
(1) Selama masa pidananya belum habis, maka terpidana yang dilepaskan dengan bersyarat itu
berada di bawah pengawasan pejabat tersebut dalam pasal 14d Kitab Undang Hukum Pidana,
kecuali jika ia menempati jabatan seperti disebut di bawah ini, dimana pengawasan dilakukan
dengan perantaraan asisten residen yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kediaman orang
yang akan dilepaskan dengan bersyarat itu; yang terakhir ini harus menaati dengan cermat segala
peraturan yang dikeluarkan oleh asisten residen atau oleh orang yang ditunjuk olehnya yang
wilayah jabatannya mehputi tempat tinggal orang yang akan dilepaskan dengan bersyarat itu.
(2) Ia wajib selama jangka waktu yang ditentukan dalam surat izin pelepasan bersyarat (Pas) dan
selanjutnya setiap bulan untuk memperlihatkannya kepada asisten residen tersebut dalam ayat (1)
atau kepada pejabat yang ditunjuknya; asisten residen berhak pula untuk menunjuk lingkungan atau
kampung yang boleh didiami oleh orang yang dilepaskan dengan bersyarat itu lebih lanjut dan
membuat aturan-aturan yang dianggapnya berfaedah demi pengawasannya. Kepada orang yang
akan dilepaskan dengan bersyarat, yang dianggap patut, dapat diizinkan untuk memberitahukan
kehadirannya setiap bulan secara tertulis. Dalam hal itu tidak perlu diperlihatkan surat izinnya.
(3) Jika orang yang dilepaskan dengan bersyarat ingin mengubah tempat tinggal yang dipilihnya
dengan sukarela, maka ia wajib menunjukkan Pasnya dan memberitahukannya kepada asisten
residen yang, jika tempat tinggal yang dipilihnya terletak di luar wilayah kekuasaannya, menentukan
jangka waktu ia harus menunjukkan Pasnya kepada asisten residen yang berkuasa di tempat di
mana ia akan berdiam serta memberitahukan secepatnya tentang maksud kepindahannya.
Ketentuan dalam ayat (2) di atas setelah kepindahan itu berlaku bagi asisten residen tersebut.
(4) Baik penunjukan pas maupun aturan-aturan yang akan dikeluarkan seperti tersebut di atas dicatat
oleh asisten residen atau pejabat yang ditunjuk dalam surat pas.
(5) Dalam hal yang dilepaskan dengan bersyarat ingkar terhadap kewajiban kewajiban yang harus
ditaatinya menurut pasal ini, maka oleh asisten residen yang bersangkutan hal itu segera
diberitahukan kepada Departemen Kehakiman dan olehnya disiapkan langkah-langkah untuk
mencari orang yang lalai itu.
(6) Terpidana yang dilepaskan dengan bersyarat selama pidananya belum habis dijalaninya,
selanjutnya berkewajiban setiap saat jika diminta, untuk memperlihatkan pasnya kepada asisten
residen atau orang yang ditunjuknya, sehingga ia harus selalu membawa pasnya kapan saja ia mau
meninggalkan tempat ke diamannya.
(7) Pengawasan yang diatur dalam pasal ini dilakukan dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak
terlalu mengganggu orang yang dilepaskan dengan bersyarat. Tidak ada pembatasan-pembatasan
lain terhadapnya kecuali untuk kepentingannya dan demi pengawasan yang baik.
(8) Khususnya dihindarkan pemberitaan tentang keadaannya sebagai seorang terpidana yang
dilepaskan dengan bersyarat.

Pasal 8 bis
(s.d. u. t. dg. S. 1926-488, S. 1939-77.)

(1) Badan-badan hukum di Indonesia yang di dalam anggaran dasamya, surat pendiriannya atau aturanaturan
rumah tangganya, menentukan usaha-usaha memasyarakatkan kembali terpidana yang
mendapat pelepasan bersyarat atau memperkenalkannya, begitu pula para pemilik lembagalembaga
di Indonesia yang mempunyai tujuan semacam itu, dapat mengajukan pernyataan tertulis
kepada Menteri Kehakiman tentang kesediaannya untuk menerima perintah memberi bantuan dan
sokongan kepada terpidana yang mendapat pelepasan bersyarat dan untuk menjalankan perintah
itu sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini.
(2) Apa yang ditentukan dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), (5) dan (6), pasal-pasal 7, 8, 9, 10, 15, 16, dan
17 Ordonansi Pelaksanaan Hukuman Bersyarat berlaku juga dalam hal ini.
Pasal 9.
(s.d.a. dg. S. 1926-488.) Terpidana yang dilepaskan dengan bersyarat dianggap berlaku bertentangan
dengan syarat-syarat umum yang dimaksud dalam pasal 15a Kitab Undang-undang Hukum Pidana bila :
a. ia hidup secara malas dan tidak terkendalikan.
b. ia bergaul dengan orang-orang yang terkenal jahat.
Pasal 10.
(s.d.t. dg. S. 1926-488.) Dalam hal terpidana yang dilepaskan dengan bersyarat dengan putusan
Presiden mendapat pengurangan hukuman, maka hal itu dicatat dalam surat pasnya oleh atau atas
nama asisten residen yang menguasai wilayah tempat tinggal orang itu dan hal itu diberitahukan
kepadanya. Ketetapan itu juga diberitahukan kepada pejabat tersebut dalam pasal 14d Kitab Undangundang
Hukum Pidana, kecuali bila ia sendiri juga menjabat kepala daerah itu.
Pasal 11.
(1) Dalam hal pas yang bersangkutan hilang atau tertinggal, maka orang yang dilepaskan dengan
bersyarat itu segera memberitahukannya kepada asisten residen yang wilayah kekuasaannya
meliputi tempat tinggalnya, dengan menerangkan tentang terjadinya hal itu.
(2) Kepada yang kehilangan itu diberikan surat keterangan oleh pejabat itu yang juga dengan segera
melaporkannya kepada Menteri Kehakiman dengan disertai penjelasan-penjelasan seperlunya.
(3) Menteri Kehakiman dapat memerintahkan dikeluarkannya surat pas yang baru.
(4) Selama hal itu belum terlaksana, maka berlaku pasal 8 mengenai kewajiban memperlihatkan pas itu
yang dalam hal ini diganti dengan surat keterangan tersebut di atas.
Pasal 12.
(s.d.t. dg. S. 1939-77.)
(1) Jika Menteri Kehakiman beranggapan bahwa dalam syarat-syarat khusus yang telah ditentukan
perlu diadakan perubahan, syarat-syarat itu perlu dihapuskan, perlu ditambah dengan syarat-syarat
khusus baru, perlu diadakan pengawasan khusus, pengawasan khusus yang ada perlu diserahkan
kepada orang lain dari yang semula ditunjuk, atau pelepasan bersyarat itu perlu dicabut, maka ia
mengirimkan surat-surat itu kepada Dewan Reklasering Pusat untuk diberikan saran.
(2) Usul asisten residen agar keputusan tentang pelepasan bersyarat dicabut memuat :
1. keterangan yang terinci mengenai orang yang dilepaskan dengan bersyarat itu, sedapat
mungkin dengan dilampirkan juga pasnya.
2. alasan-alasan yang menyebabkan diajukan usul itu.
(3) Pada usul ini dilampirkan berita-berita acara, catatan-catatan, dan surat surat lain yang dipandang
berguna, begitu pula berita acara pemberiksaan orang yang dilepaskan dengan bersyarat itu,
kecuali jika memang ia tidak dapat didengar.
(4) (s.d.t. dg. S. 1926-488.) Turunan surat usul dan lampiran-lampirannya sekaligus juga disampaikan
kepada pejabat tersebut dalam pasal 14d Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali jika ia
sendiri adalah asisten residen yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat tinggal orang yang
dilepaskan dengan bersyarat itu.
Pasal 13
(s. d. t. dg. S. 1926-488.) Pemberitahuan tentang penahanan orang yang dilepaskan dengan bersyarat
seperti tersebut dalam pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (3), dilakukan dengan suatu
berita acara atau dengan melampirkan berita acara yang memuat alasan-alasan yang menyebabkan ia
ditahan disertai berita acara pemeriksaan orang yang ditahan itu, sedapat mungkin disertai pasnya.
Turunan-turunan pemberitahuan dan lampiran-lampirannya sekaligus disampaikan kepada pejabat
tersebut dalam pasal 14d Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali jika ia sendiri juga menjabat
sebagai asisten residen yang wilayah jabatannya meliputi tempat beradanya orang yang dilepaskan
dengan bersyarat itu.
Pasal 14
(s.d.u. dg. S. 1926-488.)
(1) Bila Menteri Kehakiman menetapkan akan mencabut kembali pelepasan bersyarat itu, maka hal itu
dilakukan dengan sekaligus menunjuk penjara mana yang akan menampung orang itu dan dengan
mengirimkan kutipan putusan hakim dan daftar mutasi yang dimaksud dalam butir 1 Pasal 2 kepada
pejabat tersebut dalam pasal 14d Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
(2) Pejabat yang berwenang itu mengusahakan pelaksanaan pencabutan pelepasan bersyarat dengan
mengindahkan ketentuan tersebut dalam pasal 15b ayat (2) dan ayat terakhir pasal 16 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana, juga pengurangan pidana yang mungkin diberikan kepada
terpidana tersebut dan mencatat pencabutan kembali itu di surat kutipan putusan hakim tersebut.
(3) Bila pejabat tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak menjabat asisten residen yang wilayah
jabatannya meliputi tempat kediaman terpidana itu, maka bersamaan dengan itu juga dilakukan
pemberitahuan kepadanya.
(4) Bila dalam hal seperti tersebut dalam pasal 13 tidak terdapat alasan-alasan untuk menarik kembali
pelepasan bersyarat, maka hal itu bersama-sama dengan pasnya, jika ada, diberitahukan kepada
asisten residen yang telah memerintahkan penahanan itu dan ia yang melepaskannya kembali
serta menerimakan pasnya kembali atau pas yang baru menurut ketentuan ayat (3) pasal 11 atas
nama Departemen Kehakiman.
(5) Tentang penahanannya serta pelepasannya kembali diberikan catatan oleh pejabat itu di surat
pasnya.
(6) Setelah lampau waktu percobaan tanpa adanya pencabutan, maka surat Pas itu oleh asisten
residen yang wilayah jabatannya meliputi tempat kediaman terpidana itu, ditarik kembali dan
dikirimkan kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman.
Pasal 15.
(s.d.u. dg. S. 1928-445.)
(1) Surat-surat yang dibuat untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini bebas meterai,
bebas biaya administrasi, biaya pengesahan dan biaya-biaya tersebut dalam aturan-aturan
mengenai Catatan Sipil atau register-register kependudukan.
(2) Ordonansi ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918.
(3) Ordonansi ini dapat disebut "Ordonansi Pelepasan Bersyarat".


2.1.3 Tujuan Dari Pelepasan Pidana Bersyarat

Roeslan Saleh mengemukakan, bahwa dimulainya pidana bersyarat dalam sejarahnya diadakan tahun 1927 (S 1926 – 251 jo 486, mulai berlaku 1 Januari 1927). Jadi lembaga ini adalah jauh lebih baru jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga kepidanaan lainnya. Dan memang adanya ini didorong oleh pikiran-pikiran baru tentang pencegahan kejahatan. Mengadakan lembaga ini dulunya pun menimbulkan suatu perubahan yang dalam stelsel pidana. Melihat kepada hasilnya di Nederlands rupanya di sana kelihatan banyak faedah daripada lembaga ini. Hakim pun semakin sering menggunakan pidana bersyarat. Salah satu dari kebaikan-kebaikan pokok pidana bersyarat ini adalah justru bahwa pengurungan mereka di dalam rumah penjara, dengan pengaruhnya yang merusak atas kehidupan kekeluargaan dan kemasyarakatan mereka itu, dapat dihindarkan. Dan tidaklah akan merupakan politik yang baik untuk pada mulanya merusak kehidupan seseorang dan kemudian lalu memerintahkan pula membangun orang itu sendiri dan hidup kemasyarakatannya.
Secara umum tujuan dari diberlakukannya pelepasan pidana bersyarat di Indonesia ini khususnya antara lain karena :
a.       untuk mengurangi overcrowding (kapadatan) didalam Lapas atau rutan
b.      untuk menghemat anggaran Negara dalam pos pemeliharaan narapidana
c.       untuk pembinaan agar para narapidana dapat hidup kembali di masyarakat dan tidak melakukan kejahatan lagi
Pembebasan bersyarat dapat berjalan bersamaan dengan sistem pidana penjara dalam sel, dan terpidana mendapatkan hak bebas bersyarat setelah menjalani dua pertiga dari pelaksanaan di penjara. Apabila menteri memberikan pembebasan bersyarat, maka menurut pasal 15 a, dipersyaratkan syarat umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan suatu tindak pidana, ataupun perbuatan jahat lainnya, selama waktu percobaan. Pembebasan bersyarat itu dapat ditarik kembali setiap waktu, apabila terpidana melakukan perbuatan jahat atau bertindak bertentangan dengan syarat yang ditentukan. Menteri dapat menentukan syarat khusus, tetapi tidak boleh membatasi kebebasan agama dan kenegaraan lainnya. Penarikan pelepasan bersyarat kembali terjadi, apabila terpidana pada waktu percobaan melakukan tindakan yang bertentangan dengan syarat yang ditentukan. Jika terpidana melanggar perjanjian dan syarat-syarat yang ditentukan dalam surat pelepasan (verlofpas), maka terpidana dapat dipanggil kembali untuk menjalani sisa pidananya, pelepasan pidana dapat dicabut kembali atas usul jaksa ditempat terpidana berdiam dengan pertimbangan dewan pusat reklasering. Menteri kehakiman, jaksa dapat melakukan penahanan terhadapnya, selama 60 hari, jika waktu itu telah lewat dan belum keluar keputusan keputusan itu, maka terpidana harus dikeluarkan dari tahanan. Dalam praktek, pengawasan terhadap orang yang dilepas bersyarat itu dilakukan oleh jaksa ditempat terpidan berdiam, dengan paraf buku pelepasan bersyarat yang ditunjukan oleh terpidana pada waktu yang ditentukan secara berkala. Di Nederland untuk pidana seumur hidup, dapat diberikan pelepasan bersyarat, jika pidana penjara telah dijalani selama tiga belas tahun. Di Perancis pelepasan bersyarat dapat diberikan, jika setengah pidananya telah dijalani, untuk pidana seumur hidup dapat diberikan pelepasan bersyarat, jika pidana penjara telah dijalani selama lima belas tahun.



 2.1.4 Penerapan Pelepasan Pidana Bersyarat Di Indonesia

Dari berbagai penelitian, pembebasan bersyarat merupakan metode  yang paling baik dalam membebaskan narapidana. Pembebasan bersyarat merupakan pembinaan narapidana yang berbasiskan masyarakat. Selain itu pembebasan bersyarat juga merupakan cara yang paling efektif untuk mengurangi kepadatan narapidana (overcrowded) didalam Lapa. Tetapi tujuan utama dari pembebasan bersyarat adalah merupakan pembinaan narapidana adalah agar bisa kembali hidup dimasyarakat dengan prilaku yang baik. Di beberapa, negara cara tersebut talah lama digunakan, bahkan akhir-akhir ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, telah menetapkan optimalisasi pembinaan melalui percepatan reintegrasi sosial bagi narapidana yang didalamnya termasuk pembebasan bersyarat. Pada kenyataanya, pembebasan bersyarat yang ring kali mengalami kegagalan. Kegagalan yang dimaksud adalah narapidana yang mendapatkan kebebasan bersyarat masuk ke Lapas lagi karena mengulangi atau malakukan kejahatan lagi. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, tingkat kegagalan di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 57 orang narapidana atau 0,34 % dari 16.728 narapidana yang mendapat pembebasan bersyarat.   





















BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
pidana bersyarat dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan istilah hukuman janggelan, atau hukuman percobaan. Dalam Kamus Umum Inggris-Indonesia istilah probation diterjemahkan dengan percobaan. Pembebasan bersyarat merupakan metode yang paling baik dalam membebaskan narapidana. Walaupun pada kenyataannya banyak orang berpendapat bahwa pembebasan bersyarat dipandang sebagai pemberian maaf atau rasa simpati pemerintah (executive clemency), bertujuan memperpendek hukuman dengan mempercepat waktu pembebasan, bahkan pembebasan bersyarat dianggap sebagai upaya untuk menyenangkan atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan atau (comfort of the criminal).  
Secara umum tujuan dari diberlakukannya pelepasan pidana bersyarat di Indonesia ini khususnya antara lain karena :
d.      untuk mengurangi overcrowding (kapadatan) didalam Lapas atau rutan
e.       untuk menghemat anggaran Negara dalam pos pemeliharaan narapidana
f.       untuk pembinaan agar para narapidana dapat hidup kembali di masyarakat dan tidak melakukan kejahatan lagi
Tujuan utama dari pembebasan bersyarat adalah merupakan pembinaan narapidana adalah agar bisa kembali hidup dimasyarakat dengan prilaku yang baik.








DAFATAR PUSTAKA

hukum.unsrat.ac.id/uu/vi.pdf
bakhri-drsyaifulbakhrishmh.blogspot.com/.../bab-iv-pidana-bersyarat
www.scribd.com › School WorkEssays & Theses
eprints.undip.ac.id/14875/
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26173/.../Chapter%20II.pdf
dedaz-xpresi.blogspot.com/.../pidana-bersyarat-dan-pelepasan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar