Pelepasaan Pidana Bersyarat
Disusun Guna
Memenuhi Tugas Hukum
Pidana
Dosen pengampu :
Bapak
Ngabiyanto
oleh
Isna Kholidazia
3301411076
JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembebasan
bersyarat merupakan metode yang paling baik dalam membebaskan narapidana.
Walaupun pada kenyataannya banyak orang berpendapat bahwa pembebasan bersyarat
dipandang sebagai pemberian maaf atau rasa simpati pemerintah (executive
clemency), bertujuan memperpendek hukuman dengan mempercepat waktu pembebasan,
bahkan pembebasan bersyarat dianggap sebagai upaya untuk menyenangkan atau
memberi kenyamanan pelaku kejahatan atau (comfort of the criminal). Tetapi
pendapat tersebut merupakan hal yang keliru. Tujuan pembebasan bersyarat bukan untuk
memperkecil hukuman mempermudah atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan, juga
bukan toleransi atau pemaaf (leniency). Sebaliknya, penbebasan bersyarat
direkomendasikan sebagai metode yang berat dan yang paling aman dalam
membebaskan narapidana.
Apabila
narapidana yang tidak mendapatkan pembebasan bersyarat atau bebas murni hingga
akhir masa hukumnya, hal ini membuat negara secara tiba-tiba kehilangan fungsi
pengawasan terhadap narapidana yang bebas tersebut. Akibatnya masyarakat
menjadi tidak aman dalam waktu yang lama. Sebaliknya narapidana yang
mendapatkan pidana bersyarat, negara menambah hukuman mereka (I tahun) yang mana narapidana tersebut harus tinggal,
bekerja dan bertingkah laku dalam masyarakat di bawah pengawasan pihak
berwenang (Bapas). Kebebasan para narapidana tersebut dikondisikan untuk
bertingkah laku baik, menyesuaikan diri dengan masyarakat dengan di bimbing
secara hati-hati dan dihadapkan pada ancaman hukum penjara lagi (Wilcok, 1929)
1.2 Rumusan
Masalah
Beberapa
hal yang menjadi masalah dalam penulisan ini pada pokoknya adalah“Pelepasan
pidana Bersyarat”, secara terperinci masalah ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Apakah
pengertian dari pelepasan pidana bersyarat ?
2. Bagaimana
pasal-pasal yang mengatur masalah pelepasan pidana bersyarat ?
3. Apakah
tujuan dari diadakannya pelepasan pidana bersyarat ?
4. Bagaimana
penerapan pelepasan pidana bersyarat di Indonesia ?
1.3
Tujuan Penulisan
Penulisan
ini bertujuan :
1. Untuk
memperoleh infomasi mengenai pegertian
dari pelepasan pidana bersyarat
2. Untuk
memperoleh infomasi mengenai pasal-pasal yang mengatur masalah pelepasan pidana
bersyarat
3. Untuk
memperoleh informasi mengenai tujuan dari diadakannya pelepasan pidana
bersyarat
4. Untuk
memperoleh informasi mengenai penerapan pelepasan pidana bersyarat di Indonesia
BAB
11
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.1.1
Pengertian Pelepasan Pidana Bersyarat
Istilah
pidana bersyarat dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan istilah hukuman
janggelan, atau hukuman percobaan. Dalam Kamus Umum Inggris-Indonesia istilah
probation diterjemahkan dengan percobaan. Menurut Black Law Dictionary,
Probation berarti suatu putusan hakim pengadilan berupa penjatuhan pidana atas
perbuatan jahat, namun terpidana tetap bebas bergaul dalam masyarakat dengan
pengawasan petugas probation dengan kewajiban membuat laporan terhadap tingkah
laku terpidana dalam jangka waktu percobaan. Sebaliknya dalam World University
Dictionary, probation merupakan suatu sistem pembinaan terpidana atas perbuatan
jahatnya, namun terpidana tetap bebas bergaul dalam masyarakat di bawah
pengawasan umum.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat dikemukakan :
Berdasarkan hal-hal tersebut maka dapat dikemukakan :
a)
pidana bersyarat dapat dianggap sama dengan probation
b)
pidana bersyarat merupakan teknik upaya pembinaan
terpidana di luar penjara
c)
pidana bersyarat diputuskan oleh hakim pengadilan
dengan syarat-syarat
d)
pidana bersyarat pelaksanaannya diawasi oleh petugas
yang berwenang
e)
pidana bersyarat dimaksudkan untuk memperbaiki
terpidana agar tidak terpengaruh subkultur penjara
f)
pidana bersyarat dimaksudkan juga untuk pencegahan
terjadinya kejahatan
g)
pidana bersyarat dianggap terpidana diuntungkan.
Probation
ini lazim dikenal di negara-negara Common law, yakni bilamana seseorang diduga
melakukan pelanggaran, hal mana hukuman terhadap pelanggaran itu belum
dipastikan atau belum ditentukan oleh undang-undang, maka terdakwa dapat
membuat probation order, sebagai pengganti hukumannya, pemberian probation
order sesuai dengan karakter, dan berada di bawah pengawasan tidak kurang dari
satu tahun dan tidak lebih dari tiga tahun. Probation order berisi tentang
persyaratan yang dibuat oleh pengadilan, dengan tujuan agar pelaku mampu
berbuat baik, sehingga mencegah berulangnya kejahatan.
Apa yang disebut pidana bersyarat ataupun yang oleh para praktisi lama di tanah air juga sering disebut sebagai hukuman percobaan itu berasal dari perkataan voorwaardelijke veroordeling, yang sebenarnya adalah lebih baik apabila perkataan tersebut diterjemahkan sebagai pemidanaan bersyarat. Akan tetapi perkataan pemidanaan bersyarat itu sendiri sebenarnya adalah juga kurang tepat, karena dapat memberikan kesan seolah-olah yang digantungkan pada syarat itu adalah pemidanaannya atau penjatuhan dari pidananya, padahal yang digantungkann pada syarat-syarat tertentu itu, sebenarnya adalah pelaksanaan atau eksekusi dari pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim. Hanya untuk mudahnya sajalah, perkataan pidana bersyarat itu akan dipergunakan. Dengan pengertian bahwa perkataan tersebut harus diartikan sebagai suatu pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim telah digantungkan pada syarat-syarat tertentu yang ditetapkan di dalam putusannya.
Apa yang disebut pidana bersyarat ataupun yang oleh para praktisi lama di tanah air juga sering disebut sebagai hukuman percobaan itu berasal dari perkataan voorwaardelijke veroordeling, yang sebenarnya adalah lebih baik apabila perkataan tersebut diterjemahkan sebagai pemidanaan bersyarat. Akan tetapi perkataan pemidanaan bersyarat itu sendiri sebenarnya adalah juga kurang tepat, karena dapat memberikan kesan seolah-olah yang digantungkan pada syarat itu adalah pemidanaannya atau penjatuhan dari pidananya, padahal yang digantungkann pada syarat-syarat tertentu itu, sebenarnya adalah pelaksanaan atau eksekusi dari pidana yang telah dijatuhkan oleh hakim. Hanya untuk mudahnya sajalah, perkataan pidana bersyarat itu akan dipergunakan. Dengan pengertian bahwa perkataan tersebut harus diartikan sebagai suatu pemidanaan yang pelaksanaannya oleh hakim telah digantungkan pada syarat-syarat tertentu yang ditetapkan di dalam putusannya.
2.1.2 Pasal-Pasal Yang Mengatur Masalah Pelepasan
Pidana Bersyarat
ORDONANSI
PELEPASAN BERSYARAT
(VOORWAARDELIJKE
INVRIJHEIDSTELLING)
S.
1917-749.
Pasal 1
(s.
d. u. dg. S. 1939-77.) Usul kepala penjara untuk mengambil
keputusan tentang pelepasan bersyarat
seperti
dimaksud dalam pasal 16 Kitab Undangundang Hukum Pidana ditujukan kepada
Menteri
Kehakiman
dan berisi:
1.
penunjukan dengan secermat mungkin terpidana yang bersangkutan;
2.
penyebutan putusan hakim yang pidananya harus dijalankan oleh terpidana
tersebut, hari mulai
dijalankannya
pidana itu dan kapan akan berakhir;
3.
segala hal yang diketahui oleh kepala penjara tentang riwayat hidup terpidana
tersebut yang
sekiranya
perlu dicantumkan, pekerjaan atau usaha apa yang telah pemah dijalankan sebelum
dijatuhi
pidana, apa yang telah dipelajarinya, kemungkinan cara mencari nafkah sesudah
dilepaskan
dan berhubungan dengan itu usul untuk diberikan bekal uang atau tidak kepada
orang
yang
akan dilepaskan dengan bersyarat itu dari kas pesangonnya;
4.
syarat-syarat khusus yang dihubungkan dengan pelepasan bersyarat itu yang
antara lain dapat
mengenai
tempat tinggalnya di dalam atau di luar suatu daerah;
5.
tempat yang ingin dituju terpidana itu setelah dilepaskan dengan bersyarat itu.
Pasal 2
Usul
tersebut dalam pasal 1 dilampiri dengan:
1.
kutipan surat keputusan hakim yang menjadi dasar terpidana tersebut menjalani
pidananya disertai
daftar
mutasinya;
2.
daftar yang disahkan tentang pidana tata tertib yang telah dijatuhkan kepadanya
selama tiga tahun
sebelum
usul itu diajukan;
3.
segala pemberitaan dan keterangan yang diperoleh berdasarkan pasal 3 atau
turunannya.
Pasal 3.
(s,d.
u. dg. S. 1939-77.) Atas permintaan rekan kepala penjara,
begitu pula oleh semua pejabat
pemerintahan,
pejabat-pejabat kehakiman dan polisi diberikan keterangan-keterangan yang
diperlukan
demi
pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2.
Pasal 4
(s.d.u.
dg. S. 1925-435.)
(1)
(s.d.t. dg. S. 1939-77.) Menteri Kehakiman setelah menerima usul,
pemberitaan dan keteranganketerangan
serta
tambahan tambahannya, bila perlu kemudian mengirimkannya kepada Dewan
Reklasering
Pusat untuk mendapat pertimbangan.
(2)
(s.d.t. dg. S. 1939-77.) Atas permintaan Dewan Reklasering Pusat, maka
dikirimkan kepadanya
oleh
pejabat-pejabat tersebut di atas dan pejabat-pejabat reklasering sendiri segala
keterangan
yang
diperlukan oleh Dewan Reklasering tersebut.
(3)
Jika dipandang ada cukup alasan untuk memberikan pelepasan bersyarat, maka
Menteri
Kehakiman
mengeluarkan ketetapan untuk itu.
(4)
Jika terpidana yang diusulkan untuk mendapatkan pelepasan bersyarat dengan
menggunakan
pasal
52 ayat (2) Reglemen Penjara diturunkan dari kelas3 ke kelas 2, maka kepala
penjara
memberitahukan
hal itu kepada Menteri Kehakiman.
(5)
(s.d.u. dg. S. 1926-488.) Penetapan pemberian pelepasan bersyarat
diberitahukan oleh Menteri
Kehakiman
kepada pejabat tersebut dalam pasal 14 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang
kemudian
mengusahakan pelaksanaannya.
(6)
Penetapan ini juga diberitahukan kepada asisten residen yang wilayahnya
meliputi tempat
termaksud
dalam pasal 1 no. 5' dan jika kepada orang yang dilepaskan dengan bersyarat itu
ditunjuk
suatu tempat, maka hal itu diberitahukan kepada Kepala Pemerintahan Daerah
setempat
yang
wilayahnya meliputi tempat yang ditunjuk itu.
(7)
Asisten residen seperti yang dimaksud dalam ayat (6) memberitahukan tentang
keputusan itu
kepada
bupati yang bersangkutan.
Pasal 5.
(1)
Pada waktu pemberian pelepasan bersyarat, diberikan surat tanda izin (Pas)
kepada terpidana itu
menurut
model yang dilampirkan pada ordonansi ini.
(Karena
tidak cukup tempat, lampiran tersebut tidak dimuat di sini. Lihat S.
1926-488 jo. S. 1931-
168,
423.)
(2)
Syarat-syarat yang harus dipenuhi selama masa pidananya belum selesai
dicantumkan di bagian
belakang
surat izin itu.
(3)
Duplikat surat izin yang dibubuhi sidik jari terpidana itu disampaikan kepada
Kantor Besar Penjara
(kini:
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan).
Pasal 6.
Kepada
terpidana yang dilepaskan dengan bersyarat itu, pada waktu dilepaskan dapat
diberi
kemudahan
atau uang jalan untuk sampai ke tempat yang ditunjuk atau tempat seperti
tersebut dalam
pasal
1 no. 5' atas dasar ketentuan yang berlaku bagi para terpidana yang telah
selesai menjalankan
pidananya.
Pasal 7.
(1)
Dalam tiap-tiap penetapan bersyarat sekaligus ditetapkan pula diberikan atau
tidaknya uang bekal,
jika
diberikan, berapa jumlah yang diambilkan dari kas pesangonnya dalam penjara.
(2)
Untuk kepentingan kembalinya ke masyarakat, maka kas pesangonnya seluruhnya
atau sebagian
menurut
ketentuan Menteri Kehakiman dapat diberikan kepada suatu badan atau seseorang,
agar
oleh
badan atau orang itu dapat diberikan sekaligus atau dengan angsuran kepada
terpidana yang
dilepaskan
dengan bersyarat itu.
(3)
Jika masih ada sisa, maka kas pesangonnya disimpan sampai pada saat terpidana
itu resmi telah
selesai
menjalankan Pidananya atau jika pelepasannya dicabut kembali, diserahkan
kembali
kepada
penjara.
Pasal 8.
(s-d.u.
dg. S. 1926-488, S. 1939-77.)
(1)
Selama masa pidananya belum habis, maka terpidana yang dilepaskan dengan
bersyarat itu
berada
di bawah pengawasan pejabat tersebut dalam pasal 14d Kitab Undang Hukum Pidana,
kecuali
jika ia menempati jabatan seperti disebut di bawah ini, dimana pengawasan
dilakukan
dengan
perantaraan asisten residen yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kediaman
orang
yang
akan dilepaskan dengan bersyarat itu; yang terakhir ini harus menaati dengan
cermat segala
peraturan
yang dikeluarkan oleh asisten residen atau oleh orang yang ditunjuk olehnya
yang
wilayah
jabatannya mehputi tempat tinggal orang yang akan dilepaskan dengan bersyarat
itu.
(2)
Ia wajib selama jangka waktu yang ditentukan dalam surat izin pelepasan
bersyarat (Pas) dan
selanjutnya
setiap bulan untuk memperlihatkannya kepada asisten residen tersebut dalam ayat
(1)
atau
kepada pejabat yang ditunjuknya; asisten residen berhak pula untuk menunjuk
lingkungan atau
kampung
yang boleh didiami oleh orang yang dilepaskan dengan bersyarat itu lebih lanjut
dan
membuat
aturan-aturan yang dianggapnya berfaedah demi pengawasannya. Kepada orang yang
akan
dilepaskan dengan bersyarat, yang dianggap patut, dapat diizinkan untuk
memberitahukan
kehadirannya
setiap bulan secara tertulis. Dalam hal itu tidak perlu diperlihatkan surat
izinnya.
(3)
Jika orang yang dilepaskan dengan bersyarat ingin mengubah tempat tinggal yang
dipilihnya
dengan
sukarela, maka ia wajib menunjukkan Pasnya dan memberitahukannya kepada asisten
residen
yang, jika tempat tinggal yang dipilihnya terletak di luar wilayah
kekuasaannya, menentukan
jangka
waktu ia harus menunjukkan Pasnya kepada asisten residen yang berkuasa di
tempat di
mana
ia akan berdiam serta memberitahukan secepatnya tentang maksud kepindahannya.
Ketentuan
dalam ayat (2) di atas setelah kepindahan itu berlaku bagi asisten residen
tersebut.
(4)
Baik penunjukan pas maupun aturan-aturan yang akan dikeluarkan seperti tersebut
di atas dicatat
oleh
asisten residen atau pejabat yang ditunjuk dalam surat pas.
(5)
Dalam hal yang dilepaskan dengan bersyarat ingkar terhadap kewajiban kewajiban
yang harus
ditaatinya
menurut pasal ini, maka oleh asisten residen yang bersangkutan hal itu segera
diberitahukan
kepada Departemen Kehakiman dan olehnya disiapkan langkah-langkah untuk
mencari
orang yang lalai itu.
(6)
Terpidana yang dilepaskan dengan bersyarat selama pidananya belum habis
dijalaninya,
selanjutnya
berkewajiban setiap saat jika diminta, untuk memperlihatkan pasnya kepada
asisten
residen
atau orang yang ditunjuknya, sehingga ia harus selalu membawa pasnya kapan saja
ia mau
meninggalkan
tempat ke diamannya.
(7)
Pengawasan yang diatur dalam pasal ini dilakukan dengan cara sedemikian rupa
sehingga tidak
terlalu
mengganggu orang yang dilepaskan dengan bersyarat. Tidak ada
pembatasan-pembatasan
lain
terhadapnya kecuali untuk kepentingannya dan demi pengawasan yang baik.
(8)
Khususnya dihindarkan pemberitaan tentang keadaannya sebagai seorang terpidana
yang
dilepaskan
dengan bersyarat.
Pasal
8 bis
(s.d.
u. t. dg. S. 1926-488, S. 1939-77.)
(1)
Badan-badan hukum di Indonesia yang di dalam anggaran dasamya, surat pendiriannya
atau aturanaturan
rumah
tangganya, menentukan usaha-usaha memasyarakatkan kembali terpidana yang
mendapat
pelepasan bersyarat atau memperkenalkannya, begitu pula para pemilik
lembagalembaga
di
Indonesia yang mempunyai tujuan semacam itu, dapat mengajukan pernyataan
tertulis
kepada
Menteri Kehakiman tentang kesediaannya untuk menerima perintah memberi bantuan
dan
sokongan
kepada terpidana yang mendapat pelepasan bersyarat dan untuk menjalankan
perintah
itu
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini.
(2)
Apa yang ditentukan dalam pasal 6 ayat (2), (3), (4), (5) dan (6), pasal-pasal
7, 8, 9, 10, 15, 16, dan
17
Ordonansi Pelaksanaan Hukuman Bersyarat berlaku juga dalam hal ini.
Pasal 9.
(s.d.a.
dg. S. 1926-488.) Terpidana yang dilepaskan dengan
bersyarat dianggap berlaku bertentangan
dengan
syarat-syarat umum yang dimaksud dalam pasal 15a Kitab Undang-undang Hukum
Pidana bila :
a.
ia hidup secara malas dan tidak terkendalikan.
b.
ia bergaul dengan orang-orang yang terkenal jahat.
Pasal 10.
(s.d.t.
dg. S. 1926-488.) Dalam hal terpidana yang dilepaskan
dengan bersyarat dengan putusan
Presiden
mendapat pengurangan hukuman, maka hal itu dicatat dalam surat pasnya oleh atau
atas
nama
asisten residen yang menguasai wilayah tempat tinggal orang itu dan hal itu
diberitahukan
kepadanya.
Ketetapan itu juga diberitahukan kepada pejabat tersebut dalam pasal 14d Kitab
Undangundang
Hukum
Pidana, kecuali bila ia sendiri juga menjabat kepala daerah itu.
Pasal 11.
(1)
Dalam hal pas yang bersangkutan hilang atau tertinggal, maka orang yang
dilepaskan dengan
bersyarat
itu segera memberitahukannya kepada asisten residen yang wilayah kekuasaannya
meliputi
tempat tinggalnya, dengan menerangkan tentang terjadinya hal itu.
(2)
Kepada yang kehilangan itu diberikan surat keterangan oleh pejabat itu yang
juga dengan segera
melaporkannya
kepada Menteri Kehakiman dengan disertai penjelasan-penjelasan seperlunya.
(3)
Menteri Kehakiman dapat memerintahkan dikeluarkannya surat pas yang baru.
(4)
Selama hal itu belum terlaksana, maka berlaku pasal 8 mengenai kewajiban
memperlihatkan pas itu
yang
dalam hal ini diganti dengan surat keterangan tersebut di atas.
Pasal 12.
(s.d.t.
dg. S. 1939-77.)
(1)
Jika Menteri Kehakiman beranggapan bahwa dalam syarat-syarat khusus yang telah ditentukan
perlu
diadakan perubahan, syarat-syarat itu perlu dihapuskan, perlu ditambah dengan
syarat-syarat
khusus
baru, perlu diadakan pengawasan khusus, pengawasan khusus yang ada perlu
diserahkan
kepada
orang lain dari yang semula ditunjuk, atau pelepasan bersyarat itu perlu
dicabut, maka ia
mengirimkan
surat-surat itu kepada Dewan Reklasering Pusat untuk diberikan saran.
(2)
Usul asisten residen agar keputusan tentang pelepasan bersyarat dicabut memuat
:
1.
keterangan yang terinci mengenai orang yang dilepaskan dengan bersyarat itu,
sedapat
mungkin
dengan dilampirkan juga pasnya.
2.
alasan-alasan yang menyebabkan diajukan usul itu.
(3)
Pada usul ini dilampirkan berita-berita acara, catatan-catatan, dan surat surat
lain yang dipandang
berguna,
begitu pula berita acara pemberiksaan orang yang dilepaskan dengan bersyarat
itu,
kecuali
jika memang ia tidak dapat didengar.
(4)
(s.d.t. dg. S. 1926-488.) Turunan surat usul dan lampiran-lampirannya
sekaligus juga disampaikan
kepada
pejabat tersebut dalam pasal 14d Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali jika
ia
sendiri
adalah asisten residen yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat tinggal orang
yang
dilepaskan
dengan bersyarat itu.
Pasal 13
(s.
d. t. dg. S. 1926-488.) Pemberitahuan tentang penahanan
orang yang dilepaskan dengan bersyarat
seperti
tersebut dalam pasal 16 Kitab Undang-undang Hukum Pidana ayat (3), dilakukan
dengan suatu
berita
acara atau dengan melampirkan berita acara yang memuat alasan-alasan yang
menyebabkan ia
ditahan
disertai berita acara pemeriksaan orang yang ditahan itu, sedapat mungkin
disertai pasnya.
Turunan-turunan
pemberitahuan dan lampiran-lampirannya sekaligus disampaikan kepada pejabat
tersebut
dalam pasal 14d Kitab Undang-undang Hukum Pidana, kecuali jika ia sendiri juga
menjabat
sebagai
asisten residen yang wilayah jabatannya meliputi tempat beradanya orang yang
dilepaskan
dengan
bersyarat itu.
Pasal 14
(s.d.u.
dg. S. 1926-488.)
(1)
Bila Menteri Kehakiman menetapkan akan mencabut kembali pelepasan bersyarat
itu, maka hal itu
dilakukan
dengan sekaligus menunjuk penjara mana yang akan menampung orang itu dan dengan
mengirimkan
kutipan putusan hakim dan daftar mutasi yang dimaksud dalam butir 1 Pasal 2
kepada
pejabat
tersebut dalam pasal 14d Kitab Undang-undang Hukum Pidana.
(2)
Pejabat yang berwenang itu mengusahakan pelaksanaan pencabutan pelepasan
bersyarat dengan
mengindahkan
ketentuan tersebut dalam pasal 15b ayat (2) dan ayat terakhir pasal 16 Kitab
Undang-undang
Hukum Pidana, juga pengurangan pidana yang mungkin diberikan kepada
terpidana
tersebut dan mencatat pencabutan kembali itu di surat kutipan putusan hakim
tersebut.
(3)
Bila pejabat tersebut dalam ayat (1) pasal ini tidak menjabat asisten residen
yang wilayah
jabatannya
meliputi tempat kediaman terpidana itu, maka bersamaan dengan itu juga
dilakukan
pemberitahuan
kepadanya.
(4)
Bila dalam hal seperti tersebut dalam pasal 13 tidak terdapat alasan-alasan
untuk menarik kembali
pelepasan
bersyarat, maka hal itu bersama-sama dengan pasnya, jika ada, diberitahukan
kepada
asisten
residen yang telah memerintahkan penahanan itu dan ia yang melepaskannya
kembali
serta
menerimakan pasnya kembali atau pas yang baru menurut ketentuan ayat (3) pasal
11 atas
nama
Departemen Kehakiman.
(5)
Tentang penahanannya serta pelepasannya kembali diberikan catatan oleh pejabat
itu di surat
pasnya.
(6)
Setelah lampau waktu percobaan tanpa adanya pencabutan, maka surat Pas itu oleh
asisten
residen
yang wilayah jabatannya meliputi tempat kediaman terpidana itu, ditarik kembali
dan
dikirimkan
kepada Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Kehakiman.
Pasal 15.
(s.d.u.
dg. S. 1928-445.)
(1)
Surat-surat yang dibuat untuk memenuhi ketentuan-ketentuan dalam ordonansi ini
bebas meterai,
bebas
biaya administrasi, biaya pengesahan dan biaya-biaya tersebut dalam
aturan-aturan
mengenai
Catatan Sipil atau register-register kependudukan.
(2)
Ordonansi ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1918.
(3)
Ordonansi ini dapat disebut "Ordonansi Pelepasan Bersyarat".
2.1.3 Tujuan Dari
Pelepasan Pidana Bersyarat
Roeslan Saleh mengemukakan, bahwa
dimulainya pidana bersyarat dalam sejarahnya diadakan tahun 1927 (S 1926 – 251
jo 486, mulai berlaku 1 Januari 1927). Jadi lembaga ini adalah jauh lebih baru
jika dibandingkan dengan lembaga-lembaga kepidanaan lainnya. Dan memang adanya
ini didorong oleh pikiran-pikiran baru tentang pencegahan kejahatan. Mengadakan
lembaga ini dulunya pun menimbulkan suatu perubahan yang dalam stelsel pidana.
Melihat kepada hasilnya di Nederlands rupanya di sana kelihatan banyak faedah
daripada lembaga ini. Hakim pun semakin sering menggunakan pidana bersyarat.
Salah satu dari kebaikan-kebaikan pokok pidana bersyarat ini adalah justru
bahwa pengurungan mereka di dalam rumah penjara, dengan pengaruhnya yang
merusak atas kehidupan kekeluargaan dan kemasyarakatan mereka itu, dapat
dihindarkan. Dan tidaklah akan merupakan politik yang baik untuk pada mulanya
merusak kehidupan seseorang dan kemudian lalu memerintahkan pula membangun
orang itu sendiri dan hidup kemasyarakatannya.
Secara umum tujuan dari
diberlakukannya pelepasan pidana bersyarat di Indonesia ini khususnya antara
lain karena :
a.
untuk mengurangi overcrowding
(kapadatan) didalam Lapas atau rutan
b.
untuk menghemat anggaran Negara dalam pos pemeliharaan
narapidana
c.
untuk pembinaan agar para narapidana dapat hidup
kembali di masyarakat dan tidak melakukan kejahatan lagi
Pembebasan bersyarat dapat berjalan bersamaan dengan
sistem pidana penjara dalam sel, dan terpidana mendapatkan hak bebas bersyarat
setelah menjalani dua pertiga dari pelaksanaan di penjara. Apabila menteri
memberikan pembebasan bersyarat, maka menurut pasal 15 a, dipersyaratkan syarat
umum, bahwa terpidana tidak akan melakukan suatu tindak pidana, ataupun
perbuatan jahat lainnya, selama waktu percobaan. Pembebasan bersyarat itu dapat
ditarik kembali setiap waktu, apabila terpidana melakukan perbuatan jahat atau
bertindak bertentangan dengan syarat yang ditentukan. Menteri dapat menentukan
syarat khusus, tetapi tidak boleh membatasi kebebasan agama dan kenegaraan
lainnya. Penarikan pelepasan bersyarat kembali terjadi, apabila terpidana pada
waktu percobaan melakukan tindakan yang bertentangan dengan syarat yang
ditentukan. Jika terpidana melanggar perjanjian dan syarat-syarat yang
ditentukan dalam surat pelepasan (verlofpas), maka terpidana dapat dipanggil
kembali untuk menjalani sisa pidananya, pelepasan pidana dapat dicabut kembali
atas usul jaksa ditempat terpidana berdiam dengan pertimbangan dewan pusat
reklasering. Menteri kehakiman, jaksa dapat melakukan penahanan terhadapnya,
selama 60 hari, jika waktu itu telah lewat dan belum keluar keputusan keputusan
itu, maka terpidana harus dikeluarkan dari tahanan. Dalam praktek, pengawasan
terhadap orang yang dilepas bersyarat itu dilakukan oleh jaksa ditempat
terpidan berdiam, dengan paraf buku pelepasan bersyarat yang ditunjukan oleh
terpidana pada waktu yang ditentukan secara berkala. Di Nederland untuk pidana
seumur hidup, dapat diberikan pelepasan bersyarat, jika pidana penjara telah
dijalani selama tiga belas tahun. Di Perancis pelepasan bersyarat dapat
diberikan, jika setengah pidananya telah dijalani, untuk pidana seumur hidup
dapat diberikan pelepasan bersyarat, jika pidana penjara telah dijalani selama
lima belas tahun.
2.1.4 Penerapan Pelepasan Pidana Bersyarat Di Indonesia
Dari berbagai
penelitian, pembebasan bersyarat merupakan metode yang paling baik dalam membebaskan
narapidana. Pembebasan bersyarat merupakan pembinaan narapidana yang
berbasiskan masyarakat. Selain itu pembebasan bersyarat juga merupakan cara yang
paling efektif untuk mengurangi kepadatan narapidana (overcrowded) didalam
Lapa. Tetapi tujuan utama dari pembebasan bersyarat adalah merupakan pembinaan
narapidana adalah agar bisa kembali hidup dimasyarakat dengan prilaku yang
baik. Di beberapa, negara cara tersebut talah lama digunakan, bahkan
akhir-akhir ini Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia RI, telah menetapkan optimalisasi pembinaan melalui percepatan
reintegrasi sosial bagi narapidana yang didalamnya termasuk pembebasan
bersyarat. Pada kenyataanya, pembebasan bersyarat yang ring kali mengalami
kegagalan. Kegagalan yang dimaksud adalah narapidana yang mendapatkan kebebasan
bersyarat masuk ke Lapas lagi karena mengulangi atau malakukan kejahatan lagi.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan
Hak Asasi Manusia RI, tingkat kegagalan di Indonesia pada tahun 2008 mencapai
57 orang narapidana atau 0,34 % dari 16.728 narapidana yang mendapat pembebasan
bersyarat.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
pidana bersyarat dikenal oleh
masyarakat Indonesia dengan istilah hukuman janggelan, atau hukuman percobaan.
Dalam Kamus Umum Inggris-Indonesia istilah probation diterjemahkan dengan
percobaan. Pembebasan bersyarat merupakan metode yang paling
baik dalam membebaskan narapidana. Walaupun pada kenyataannya banyak orang
berpendapat bahwa pembebasan bersyarat dipandang sebagai pemberian maaf atau
rasa simpati pemerintah (executive clemency), bertujuan memperpendek hukuman
dengan mempercepat waktu pembebasan, bahkan pembebasan bersyarat dianggap
sebagai upaya untuk menyenangkan atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan atau
(comfort of the criminal).
Secara umum tujuan dari
diberlakukannya pelepasan pidana bersyarat di Indonesia ini khususnya antara
lain karena :
d.
untuk mengurangi overcrowding
(kapadatan) didalam Lapas atau rutan
e.
untuk menghemat anggaran Negara dalam pos pemeliharaan
narapidana
f.
untuk pembinaan agar para narapidana dapat hidup
kembali di masyarakat dan tidak melakukan kejahatan lagi
Tujuan
utama dari pembebasan bersyarat adalah merupakan pembinaan narapidana adalah
agar bisa kembali hidup dimasyarakat dengan prilaku yang baik.
DAFATAR
PUSTAKA
hukum.unsrat.ac.id/uu/vi.pdf
bakhri-drsyaifulbakhrishmh.blogspot.com/.../bab-iv-pidana-bersyarat
eprints.undip.ac.id/14875/
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26173/.../Chapter%20II.pdf
dedaz-xpresi.blogspot.com/.../pidana-bersyarat-dan-pelepasan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar